This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 23 Desember 2011

Sistem dan Metode Pendidikan Islam dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Umat Islam

Pendidikan bagi umat islam merupapkan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup dalam segala bidang. Dalam sejarah hidup umat manusia di muka bumi ini, hampir tidak ada kelompok manusia yang  tidak menggunakan pendidikan sebagai pembudayaan dan peningkatan kualitasnya sekalipun dalam kelompok primitif.
Hanya sistem and metode yang berbeda-beda sesuai taraf hidup dan budaya masyarakat masing-masing. Di kalangan manusia yang  budaya modern, system dan metode pendidikan yang  digunakan setara dengan kebutuhan atau tuntutan aspirasinya. System dan metode tersebut di orentasikan kepada efektifitas dan efesiensi. Pada masyarakat primitif mempergunakan sistem dan cara yang  sederhana sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka. Sistem mereka menitik beratkan pada pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari- sehari. Tanpa antisipasi orentasi ke masa depan dan tanpa memikirkan efektifitas dan efesiensi.
Sedangkan pada perkembangan dunia ketiga seperti di babarapa Negara barat (Amerika, inggris, jerman, perancis,).Dimana mereka hanya mengandalkan ilmu dan teknologi canggih yang  nereka miliki.
Sedangkan menurut islam sebagai agama wahyu menganggap pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dan berlangsung sepanjang hayat, di laksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah. Pendidikan yang di laksanakan disekolah maupun di luar sekolah perlu di sesuaikan perkembangan tuntutan pembangunann yang  memerlukan berbagai jenis keterampilan dan keahlian di segala bidang. Kerja sama antara dunia pendidikan dengan dunia usaha perlu di kembangkan sedemikian rupa sehingga dunia pendidikan siap pakai oleh dunia usaha.
Sedangkan menurut system dan metode pendidikan islam yang  seharusnya adalah suatu keseluruhan yang  terdiri dari komponen-komponen yang  masing- masing bekerja sendiri dalam fungsinya. Bekaitan dengan itu dari komponen lainnya  yang  secara terpadu bergerak menuju kearah saru tujuan yang  telah di tetapkan. Factor atau unsur yang  di sistematisasikan adalah proses kegiatan pendidikan dalam upaya mencapai tujuannyn, pendidikan harus berusaha untuk menyiapkan peserta didik melalui proses kegiatan bimbingan, pengajaran atau  latihan bagi peranannya di masa yang  akan datang.
Dengan demikian system pendidikan islam, secara makro merupakan usaha pengorganisasian proses kegiatan kependidikan yang  berd`sarkan ajaran islam. Ajaran yang  berdasarkan atas pendekatan sistematik sehingga dalam pelaksanaan opersionalnya terdiri dari berbagai sub-subsistem dari jenjang pendidikan pra dasar, menengah dan perguruan tinggi yang  harus memiliki fertikalitas dalam kualitas keilmuwan dan teknologinya.
Program pendidikan atau metode merupakan komponendari system pendidikan dilihat dari segi oprasional kependdidikan islam hal ini merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai materi atau isi dan bahan pelajaran, serta cara yang di pergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar dan pada suatu jenjang pendidikan formal atau non formal. Orentasi tersebut di tujukan kepada tuntutan kemajuan hidup manusia masa depan di mana keseimbangan dan keselarasan menjadi sentralnya pola kehidupan yang  ideal.
Masa depan manusia adalah kehidupan tekno, bio, dan sosio, di mana manusia berada dalam tahap kehidupan yang  banyak memberikan kemudahan oleh kemajuan iptek. Karna itu strategi pengeolaan system pendidikan islam seharusnya bertumpu pada antisipasi terhadap timbunya fenomena kehidupan yang  condong kearah mengutamakan sikap dan perilaku yang  pregmatisme, sekularisme, dan materealisme,serta invidualisme.
Arah perkembangan semakin maju dalam pendidikan harus di pandang sebagai tantangan yang  penuh perjuangan. Strategi tersebut di wujudkan dalam program pendidikan seperti konsep mengitegrasikan pendidikan dengan pendidikan ilmu pengetahuan umum hal ini menuntut kita untuk mempersiapkan tenaga pendidikan islam  yang  aspiratif tehadap kemajuan  hidup manusia pada masa depan.
Metode yang  dapat di gunakan untuk meningakatkan kualitas hidup umat islam adalah metode yang  di gali dalam sunber-sumber pokok ajaran islam, serta metode yang  tidak menghilangakan factor keimanan dan nilai moralitas islami.
Pendidikan secara metodologis merupakan serangakaian proses berdasarkan kaidah- kaidah teknologi, kemudian di siapkan seperangkat instrument untuk memproses metode tersebut seefektif mungkin. Jadi, jelas bahwa suatu jenis metode yang  efektif dan efisien direncanakan kaum teknolog didasarkan atas pola dan mekanisme mesin-mesin. Tidak ada sebuah metofe apapun yang  dapat di pandang paling efektif tanpa di kaitkan dengan kemampuan pendidikan dalam penerapannya, karma itu pendidikan professional   keguruan yang  menjadikan produknya memiliki kompetensi sebagai penddidik yang  professional. Umat manusia mendapatkan pola-pola atau model-model metodologis melalui penelaahan sunber-sumber pokok ajaran islam, kemudian praktik pata ulam atau ahli pilir dan pelaksana pendidikan.
Pada era kehidupan saat ini masyarakat banyak menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada sekolah, padahak saat ini banyak terjadi krisis kependidikan yang dikaitkan dengan faktor moralitas dan keterampilan yang kurang siap pakai dalam dunia kerja. Umat manusia perlu berani melakukan terobosan-terobosan baru dalam menerapkan sistem dan metode yang mampu mengintegrasikan antara iman dan ilmu serta teknologi modern. Imilah ,menjadi problema pokok dalam strategi pendidikan islam masa kini dan akan datang. Krisis pendidikan itu pada hakikatnya bersumber dari krisis nilai-nilai dalam masyarakat yang  belim menemukan metode efektif. Nilai-nilai yang  sangat rawan terhadap dampak iptek tersebut adalah nilai-nilai cultural yang  sifat dasarnya relative, berubah-ubah sesuai kecendrungan masyarakat. Kekhawatiran tentang krisis demoralisasi dekedensi moral dan sebagainya akan tetapi meresahkan masyarakat modern kapanpun. Disnilah peran para pendidik islam yang  penting dalam masyarakat. Karena itu, pendidikan islam harus dilaksanakan oleh para pendidik yang  professional.

Selasa, 13 Desember 2011

Menyusun Modul Pendidikan Lingkungan Hidup

Dalam melaksanakan aktivitas pendidikan lingkungan hidup, disarankan untuk melakukan tahapan perencanaan dan persiapan, yang meliputi: pendalaman materi, penyusunan modul, dan persiapan kegiatan.
Hal-hal yang dilakukan dalam perencanaan kegiatan pendidikan lingkungan hidup adalah:
1. Tentukan tujuan umum-khusus
2. Tentukan tema
3. Pilih obyek
4. Susun alur kegiatan
5. Persiapkan alat bantu
6. Pelaksanaan kegiatan
7. Evaluasi kegiatan
Penyusunan modul PLH Non Formal dilakukan setelah ditemukan tema yang akan dijadikan sebagai sentral topik pendidikan lingkungan hidup. Adapun struktur dari modul PLH sekurangnya meliputi:
1. Tema Kegiatan
Tema kegiatan merupakan aspek utama dari kegiatan yang akan dilakukan. Misalnya saja tema ”Panas Dingin” untuk menggambarkan kondisi di kawasan hutan dan di kawasan tak berhutan.
2. Tujuan Umum/Khusus

Tujuan adalah hal-hal yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan. Tujuan umum merupakan hal besar/umum yang ingin diwujudkan, sedangkan tujuan khusus adalah pencapaian secara spesifik/khusus. Misalnya: Tujuan umum: Mengetahui fungsi hutan. Tujuan khusus: mengetahui fungsi hutan sebagai pelindung
3. Alat dan Bahan

Alat dan bahan adalah rincian peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan dalam melakukan kegiatan PLH. Sangat disarankan untuk melakukan pendataan serinci mungkin agar tak ada yang terlupakan saat pelaksanaan kegiatan.
4. Obyek

Obyek merupakan hal yang ingin diamati (bila ada)
5. Waktu

Waktu menunjukkan lamanya kegiatan akan dilakukan. Dalam penulisan waktu, juga dapat dilakukan bersama dengan penulisan setiap setiap tahapan alur yang akan dilaksanaan. Semakin detail akan sangat membantu bagi fasilitator PLH.
6. Metoda

Metoda merupakan penggambaran umum terhadap metoda yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Misalnya diskusi, permainan, dll.
7. Alur kegiatan

Alur kegiatan merupakan rincian tahapan kegiatan secara terstruktur.
8. Evaluasi

Evaluasi menegaskan cara melakukan penilaian terhadap indikator keberhasilan kegiatan. Disini dituliskan tentang apa dan bagaimana evaluasi dilakukan.
9. Catatan

Catatan fasilitator merupakan bagian terakhir yang menjadi tambahan bila saja ada hal-hal penting yang belum masuk dalam bagian lain di modul. Catatan juga berfungsi sebagai pengingat bagi fasilitator PLH.

Pendidikan Lingkungan Hidup: Bukan untuk pembebanan baru bagi siswa

Manusia terdiri atas pikiran dan rasa dimana keduanya harus digunakan. Rasa menjadi penting digerakkan terlebih dahulu, karena seringkali dilupakan. Bagaimana memulai pendidikan lingkungan hidup? Pendidikan Lingkungan Hidup harus dimulai dari HATI. Tanpa sikap mental yang tepat, semua pengetahuan dan keterampilan yang diberikan hanya akan menjadi sampah semata.
Untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan adalah dengan menyentuh hati. Jika proses penyadaran telah terjadi dan perubahan sikap dan pola pikir terhadap lingkungan telah terjadi, maka dapat dilakukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan hidup, serta peningkatan keterampilan dalam mengelola lingkungan hidup
Pendidikan Lingkungan Hidup: dalam buku catatan
Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata pelajaran ?Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH)?. Depdikbud merasa perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran
Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan.
Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Sementara itu, LSM maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain.
Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.
Pendidikan Lingkungan Hidup: bahan dasar yang dilupakan
Salah satu puncak perkembangan pendidikan lingkungan adalah dirumuskannya tujuan pendidikan lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai berikut:
Pendidikan lingkungan Hidup (environmental education – EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif , untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah timbulnya masalah baru [UN - Tbilisi, Georgia - USSR (1977) dalam Unesco, (1978)]
PLH memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, PLH perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan ?kemampuan memecahkan masalah?.
Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini.
  • Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive, desain grafis;
  • Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data;
  • Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama.
Pendidikan lingkungan hidup haruslah:
  1. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas — alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
  2. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal;
  3. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.
  4. Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain;
  5. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
  6. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan;
  7. Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
  8. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
  9. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
  10. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover), gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
  11. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
  12. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first – hand experience).
Karena langsung mengkaji masalah yang nyata, PLH dapat mempermudah pencapaian ketrampilan tingkat tinggi (higher order skill) seperti :
1. berfikir kritis
2. berfikir kreatif
3. berfikir secara integratif
4. memecahkan masalah.
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :
  1. Pilar Ekonomi: menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan
  2. Pilar Sosial: menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan
  3. Pilar Lingkungan: menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pengelolaan sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya lahan, Pengelolaan sumberdaya udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, Energi dan sumberdaya mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman hayati, dan Penataan ruang
Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang ajeg (constant) dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya. Memandang kedua fungsi ini tanpa dialektika semacam itu, bisa menjebak kita ke dalam kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan dialek tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yakni: Pengajar, Pelajar atau anak didik, dan Realitas dunia. Yang pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini.
Dengan kata lain, langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan pembebasannya Freire yakni suatu proses yang terus menerus, suatu ?commencement?, yang selalu ?mulai dan mulai lagi?, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sebati (in erent) dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Maka, proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti, mandeg, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat ?kesadaran naif? sampai ke tingkat ?kesadaran kritis?, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni ?kesadarannya kesadaran? (the consice of the consciousness).
Joseph Cornell, seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami psikologi ini. Sekitar tahun 1979 ia mengembangkan konsep belajar beralur (flow learning).
Berbagai kegiatan atau permainan disusun sedemikian rupa untuk menyingkronkan proses belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah:
  • Aspek afektif: perasaan nyaman, senang, bersemangat, kagum, puas, dan bangga
  • Aspek kognitif: proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang lain
  • Aspek sosial: perasaan diterima dalam kelompok
  • Aspek sensorik dan monotorik: bergerak dan merasakan melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin
  • Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan
Pendidikan Lingkungan Hidup: terjerumus di jurang pembebanan baru
Pendidikan saat ini telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual-beli gelar, jual-beli ijasah hingga jual-beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi.
Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing.
Pada dua tahun terakhir, PLH di Kalimantan Timur sangatlah berjalan perlahan ditengah hiruk pikuk penghabisan kekayaan alam Kaltim. Inisiatif-inisiatif baru bermunculan. Kota Balikpapan memulai, dengan dibantu oleh Program Kerjasama Internasional, lahirlah kurikulum pendidikan kebersihan dan lingkungan yang menjadi salah satu muatan lokal. Diikuti kemudian oleh Kabupaten Nunukan. Sementara saat ini sedang dalam proses adalah Kota Samarinda, Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan. Kesemua wilayah ini terdorong ke arah ?jurang? hadirnya muatan lokal beraroma pendidikan lingkungan hidup.
Tak ada yang salah dengan muatan lokal. Namun sangat disayangkan dalam proses-proses yang dilakukan sangat meninggalkan prinsip-prinsip dari Pendidikan Lingkungan Hidup itu sendiri. Nuansa hasil yang berwujud (buku, modul, kurikulum), sangat terasa dalam setiap aktivitas pembuatannya. Perangkat-perangkat pendukung masih sangat jauh mengikutinya.
Pendidikan Lingkungan Hidup hari ini, bisa jadi mengulang pada kejadian beberapa tahun yang lalu, ketika PKLH mulai diluncurkan. Statis, monolitik, membunuh kreatifitas. Prasyarat yang belum mencukupi yang kemudian dipaksakan, berakhir pada frustasi berkelanjutan.
Sangat penting dipahami, bahwa pola Cara Belajar Siswa Aktif, Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan berbagai teknologi pendidikan lainnya yang dikembangkan, kesemuanya bermuara pada kapasitas seorang guru. Kemampuan berekspresi dan berkreasi sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Bila tidak, lupakanlah.
Demikian pula dengan PLH, sangat dibutuhkan kapasitas guru yang mampu membangitkan kesadaran kritis. Bukan sekedar untuk memicu kreatifitas siswa. Kesadaran kritis inilah yang akhirnya akan tereliminasi disaat PLH diperangkap dalam kurikulum muatan lokal. Siswa akan kembali berada dalam ruang statis, mengejar nilai semu, dan memperoleh pembebanan baru.
Pendidikan Lingkungan Hidup: duduk, diam, dan bercerminlah
Sejak 2001, disaat pertama kali kawan-kawan pegiat PLH di Kaltim berkumpul, telah lahir berbagai gagasan dan agenda yang harus diselesaikan. Namun karena bukan menjadi PRIORITAS, maka hal ini menjadi bagian yang dilupakan.
Di tahun 2005 ini, geliat PLH masih bergerak-gerak ditempat. Bagi yang memiliki dana, muatan lokal menjadi sebuah pilihan, karena akan lebih mudah mengukur indikator keberhasilannya. Bagi yang tidak memiliki dana, mencoba tertatih-tatih di ruang sempit untuk tetap berjalan sesuai dengan cita-cita sebenarnya dari PLH, yaitu membangun generasi yang memiliki KESADARAN KRITIS sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni ?KESADARANNYA KESADARAN?.
Kepentingan untuk PERCEPATAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP, haruslah dimaknai bukan untuk mengELIMINASI pondasi dasar PLH. Tidak kokohnya pondasi akan mengakibatkan kehancuran sebuah bangunan, semewah apapun ia. Kehausan akan target proyek, capaian indikator, pekerjaan, hanya akan menjadikan PLH sebagai sebuah obyek mainan baru, bukan lagi sebagai sebuah nilai yang sedang dibangun bagi generasi kemudian negeri ini.
BERCERMINLAH untuk sekedar meREFLEKSIkan diri. Ini yang penting dilakukan oleh pegiat PLH. Bukan untuk berlari mengejar ketertinggalan. Tidak harus cepat mencapai garis akhir. Berjalan perlahan dengan semangat kebersamaan akan lebih menghasilkan nilai yang tertancap pada ruang yang terdalam di diri. APAKAH YANG SEDANG KITA LAKUKAN HANYA AKAN MENJADI PEMBEBANAN BARU BAGI GENERASI KEMUDIAN?

Sabtu, 26 November 2011

Bentuk Penipuan dalam Pendidikan

2 Kliping koran dibawah ini benar2 menunjukkan bahwa penipuan pada dunia pendidikan sudah sangat memprihatinkan.

Kliping ini memberitakan apa yang dilakukan Bintang Ilmu di Banyuwangi
Kliping pertama, tentang agen Bintang ilmu yang menjadi tersangka di banyuwangi dalam kasus pendidikan tahun 2007, yang mungkin akan menguap begitu saja nantinya seperti kasus Bintang Ilmu diberbagai propinsi. Dimana Bintang Ilmu memberikan barang peningkatan mutu pendidikan yang tidak sesuai sepecifikasi yang ditetapkan, karena ingin untung yang sangat besar
Kliping kedua tentang penipuan yang terjadi pada program pendidikan tahun 2008, yang lebih kurang modus operasi dan motifnya sama

Penipuan yang dilakukan oleh PT. Bintang Ilmu kepada dunia pendidikan dengan tujuan mengeruk uang negara untuk memperkaya diri pemiliknya ini sudah terjadi selama bertahun2, kenapa aparat diam saja???

Atau aparat memang sengaja membiarkan direkturnya yang bernama Wimpi Ibrahim, yang beritanya sudah berkali2 namanya muncul di pemberitaan berbagai milis maupun dibeberapa situs pemerintahan daerah, yang punya kewarganegaraan negara lain ini lolos dulu keluar negri, baru mereka akan pura2 tergopoh2 dan nantinya mengaku kecolongan?? ? (seperti kasus2 yang lain.. begitu tersangka sudah diluar negeri, baru aparat pura2 bingung cara menangkapnya? ??)

Akhirnya yang jadi korban atau yang ditetapkan sebagai tersangka atau yang diperiksa adalah hanya orang2nya dibawah?
Yang jadi korban adalah kepala sekolah dan anak didik?

Tapi Bintang ilmu seolah tidak tersentuh... malah kelihatan sekali aparat hukum membantu tindakan pengerukan uang rakyat yang dilakukan Bintang ilmu. Padahal uang itu untuk pengembangan pendidikan.

Karena Fakta menunjukkan:
1. tahunn 2006 dalam program Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Pendidikan, dibanyuwangi Anak perusahaan Bintang Ilmu yakni PT. Tropodo, dengan direktur Fredy Ibrahim (kakak kandung Wimpi Ibrahim) tidak membayarkan pajak dalam pengadaan barang peningkatan mutu pendidikan (buku, alat peraga dan multi media). Akhirnya kepala sekolah dibanyuwangi harus keluar uang dari saku (mungkin harus hutang ya hehe) untuk membayar pajaknya, karena yang diuber2 dalam kasus ini bukan PT. Tropodo, tapi kepala sekolah. Alasan penegak hukum karena PT. Tropodo sudah tutup dan tidak diketahui keberadaannya lagi, begitu pula direkturnya sudah tidak diketahui keberadaannya lagi.

2. Alasan yang aneh, karena pada tahun 2007 Freddi Ibrahim sudah mendirikan perusahaan baru dengan nama PT. Pustaka Sarana Media. Dan dalam program DAK untuk pendidikan kembali mensuplai barang untuk peningkatan mutu. Tetapi agar lolos dari jerat hukum, karena barang yang disuplai adalah barang jelek dan jauh dari spesifikasi yang ditetapkan oleh departemen pendidikan, maka yang ditaruh didepan adalah CV. Bumi Asri sebuah perusahaan lokal di banyuwangi. Begitu Ketahuan oleh aparat hukum bahwa terjadi bancakan uang negara, yang diperiksa adalah CV.Bumi Asri.. Tidak menyentuh Freddi, dari PT. Pustaka Sarana Media, yang menyediakan barang tersebut, dan keuangan dari sekolah itu hanya lewat saja di CV.Bumi Asri, karena setelah itu langsung masuk rekening Freddi, dengan alasan keberadaannya sudah tidak diketahui, dan infonya sudah lari keluar negeri (Hongkong)

3. Lebih aneh lagi karena untuk tahun 2008, Wimpi Ibrahim (kakak kandung Freddi yang katanya buron) bersama aparat hukum, mengumpulkan seluruh kepala dinas pendidikan di Jawa Timur di Hotel Orchid, Kota Batu Jawa Timur, dan disitu kental sekali aroma pemaksaan/ penekanan dengan menakut2i agar dinas pendidikan dengan kewenangannya memaksa sekolah dalam program DAK untuk pendidikan, dalam program peningkatan mutu, membeli barang dari Group Bintang Ilmu. Bagaimana dikatakan tidak menakut2i jika dalam forum itu yang memberi penyuluhan adalah Direktur Bintang Ilmu didampingi para petinggi aparat hukum. Kepala Dinas pendidikan se jawa timur mau (terpaksa hadir) karena yang mengundang agar hadir dalam acara itu adalah para petinggi aparat hukum/ kejaksaan tinggi jawa timur.
Yang lucu dari kasus ini, jika kesulitan mencari buron kan harusnya aparat hukum memeriksa wimpi ibrahim yang adik kandung freddi, dan diinterogasi ada dimana si buron. Eh malah ang terjadi adalah adik dari siburon bisa memerintah aparat hukum yang dengan kekuasaannya untuk mengundang seluruh kepala dinas pendidikan, dan memaksa seluruh kepala dinas itu hadir di hotel orchid kota batu

4. Terbongkarnya pemaksaan oleh Bintang Ilmu Group bersama kejaksaan tinggi jawa timur ini adalah karena di propinsi lain, seperti jawa tengah misalnya, adalah karena rekaman foto dan video pertemuan di hotel Orchid batu itu bocor keluar, karena waktu foto dan video yang dipergunakan untuk menakut2i dinas pendidikan di propinsi lain oleh group bintang ilmu waktu mengumpulkan kepala2 dinas pendidikan disana, ada yang merekam dan membocorkan keluar.
Tapi meski demikian, kasus ini seperti masuk peti es, tidak ada kelanjutan, untuk memeriksa pertemuan itu.

5. Akhirnya 2008 terulang kembali, dimana di banyuwangi penipuan itu terbongkar. dimana sampai sudah masuk tahun 2009, ternyata pengadaan barang tahun 2008 ketahuan bahwa hanya 40-60% dipenuhi. sisanya tidak. padahal pembayaran adalah untuk 100% barang. jika tidak diungkap oleh DPRD banyuwangi tentunya kasus ini akan mengendap, dimana seolah2 pekerjaan sudah beres. ternyata tidak beres, meskipun laporannya beres. jika tidak ketahuan, maka bisa terjadi bahwa dilaporkan barang baik dan jumlah serta pekerjaan sudah 100%. padahal barang yang dikirim hanya separo, tapi sekolah harus membayar seolah2 barang yang dikirim 100%. Padahal hanya dikirim sedikit dan kualitas barang sangat jelek, apalagi ditemukan bahwa barang yang dijual adalah sisa stok 2006, 2007 dan tahun2 sebelumnya.. dimana tidak sesuai dengan spesifikasi peningkatan mutu untuk DAK pendidikan 2008.
Maka sekarang kepala sekolah maupun dinas di banyuwangi was was..
Tapi seperti berita kliping ini, dinas pendidikan tidak berani berbuat banyak..
mungkin karena adanya pemaksaan oleh aparat hukum...
Mereka was-wasnya adalah meskipun penipuan ini dilakukan oleh Bintang ilmu group, nanti yang menghadapi masalah hukum adalah kepala sekolah atau dinas pendidikan setempat..., maka sebagian kepala sekolah akhirnya mengadu ke DPRD banyuwangi, agar masalah ini diketahui masyarakat.
Karena kepala sekolah takut pada ancaman oknum2 dinas, jika mereka membatalkan surat pesanan kepada Bintang Ilmu Group yang disodorkan/ dipaksakan oleh oknum dinas atau oknum kepala sekolah yang disuruh oleh oknum dinas sebagai koordinator dengan imbalan tertentu dari Bintang Ilmu Group.
Maka dalam forum dengar pendapat antara DPRD dengan kepala sekolah dan dinas pendidikan di banyuwangi akhirnya tidak menghasilkan apa2, hanya menjadi berita dan sekolah tidak bisa membatalkan surat pesanan kepada Bintang Ilmu Group.
Sedangkan Dari Bintang Ilmu Group yang diwakili oleh anak2 perusahaannya disana terkesan memberikan alasan dengan seenaknya. tapi tidak mau jika surat pesanan dibatalkan oleh sekolah meskipun mereka tidak mensuplai barang sesuai petunjuk teknis dari departemen pendidikan baik dari segi kualitas dan kuantitasnya.

Jawa Pos
Radar Banyuwangi
[ Sabtu, 10 Januari 2009 ]
Rekanan DAK Angkat Tangan
BANYUWANGI - Pengadaan barang komponen peningkatan mutu Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan, tampaknya belum bisa dituntaskan dalam waktu dekat ini. Sebab, sejumlah rekanan penyedia barang 'angkat tangan' untuk menuntaskan pengiriman barang dalam pekan ini.

Komisi D DPRD Banyuwangi dan Dinas Pendidikan (Dispendik) sepakat agar rekanan pengadaan barang menuntaskan pengiriman barang paling lambat minggu depan. Namun sejumlah rekanan menolak dengan alasan yang terkesan mengada-ada. ''Kita imbau rekanan yang belum menuntaskan pengadaan barang bisa diselesaikan minggu depan," pinta Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Sartono dalam hearing (dengar pendapat) soal DAK 2008 di kantor DPRD kemarin (9/1).

Dalam hearing itu, Komisi D menghadirkan Pelaksana harian (Plh) Kepala Dinas Pendidikan Suhaimi, Kabid Sarpras Sartono, Kepala Banwas Herman Sulistiyono, perwakilan kepala sekolah penerima DAK, dan rekanan penyedia barang. Dalam kesempatan itu, masing-masing perwakilan kepala sekolah diminta untuk membeberkan perkembangan pelaksanaan DAK.

Secara umum pelaksanaan DAK untuk fisik, masing-masing perwakilan melaporkan telah tuntas 99 persen. Hanya untuk pelaksanaan anggaran DAK nonfisik, yaitu pengadaan barang komponen peningkatan mutu sebagian besar kecamatan belum tuntas. Pelaksanaan anggaran DAK nonfisik, hanya baru dua Kecamatan yang tuntas 100 persen. Yakni, Kecamatan Banyuwangi dan Siliragung. Sedangkan 22 Kecamatan lainnya, pelaksanaan pengadaan buku baru terlaksana sekitar 40 hingga 60 persen. "Untuk Kecamatan Wongsorejo sudah dilaksanakan 60 persen," ungkap salah seorang kepala sekolah penerima DAK Kecamatan Wongsorejo, Suprato.

Pada kesempatan itu, tidak semua perwakilan kasek 24 Kecamatan hadir. Namun dari laporan beberapa kasek yang hadir, sebagian besar sekolah penerima DAK pelaksanaan proyek nonfisik belum rampung 100 persen. Terkait dengan belum rampungnya pelaksanaan pengadaan barang itu, Komisi D meminta penjelasan dari pihak rekanan.

Dalam hearing yang dipimpin Sekretaris Komisi D Yulis Setyo Puji Rahayu, pihak rekanan membeberkan beberapa kendala pelaksanaan anggaran DAK nonfisik. "Kami berusaha untuk mengirim barang, namun di tengah perjalanan barang yang akan kami kirimkan terkena hujan," ungkap Direktur CV 31, Hayatul Makin.

Tidak hanya Makin, beberapa rekanan lainnya yang hadir memberikan alasan yang sampaikan terkesan mau lari dari tanggung jawab untuk menyediakan barang secara cepat. Bahkan, beberapa rekanan beralibi keterlambatan pengiriman barang disebabkan karena jauhnya jarak antara Banyuwangi dan Jakarta.

Surat perjanjian (SP) antara rekanan dan kepala sekolah juga menjadi kambing hitam keterlambatan pengiriman barang. Menurut Direktur CV Handayani Ma'rufin, SP penyediaan barang dan barang baru ditandatangani sekitar tanggal 17 hingga 30 Desember 2007. Permintaan order barang, lanjut Ma'rufin, baru bisa dilaksanakan setelah dilakukan penandatanganan kontrak. "Kami tergabung dalam konsorsium Bina Ilmu. Kantornya di Jakarta, tapi gudangnya di Bandung," cetusnya.

Para rekanan DAK meminta waktu 30 hari sejak ditandatangani SP untuk menuntaskan penyediakan buku. Namun pihak DPRD dan Dinas Pendidikan tetap ngotot memohon pihak rekanan menuntaskan penyediaan barang paling lambat minggu depan. "Banyak persoalan yang harus kita selesaikan," ungkap Direktur PT Morobakung dari Konsorsium Bintang Ilmu, Farzain.

Meski ngotot untuk menyediakan barang minggu depan, namun Dinas Pendidikan enggan memberikan sanksi kepada rekanan yang tidak berhasil menyediakan barang. Pihaknya, kata Kabid Sarpras Sartono, tidak akan berhubungan dengan rekanan tapi akan berhubungan dengan kepala sekolah. "Kalau dinas berhubungan dengan rekanan jelas salah," katanya.

Yang yang jelas, kata dia, kepala sekolah tidak ada kewajiban untuk mendapatkan barang dari satu rekanan. Kalau pihak rekanan tidak sanggup menyediakan barang, sekolah berhak mengambil keputusan lain. "Kita tetap minta minggu depan sudah tuntas 100 persen," tandasnya.

Keinginan Dinas Pendidikan itu mendapat dukungan dari kalangan DPRD. Komisi D juga berharap pihak rekanan bisa merealisasikan pengadaan barangnya. "Agar kepala sekolah tidak jadi korban, ambillah keputusan terbaik untuk segera menuntaskan pengadaan barang itu," harapnya. (afi/aif)



Jawa Pos
Radar Banyuwangi
[ Selasa, 11 November 2008 ]
Taufik Tersangka DAK 2007
Penahanan Tunggu Audit BPKP
BANYUWANGI - Terjawab sudah siapa tersangka dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) pendidikan 2007 hingga merugikan Negara Rp 1,6 miliar. Tersangkanya adalah Mohamad Taufik, marketing buku Bumi Asri yang tak lain anak perusahaan penerbit Bintang Ilmu.
Penetapan tersangka itu disampaikan Kapolres AKBP Rahmat Mulyana kepada wartawan kemarin. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, hingga kemarin penyidik belum melakukan penahanan terhadap Taufik. Hal ini terkait belum tuntasnya pemeriksaan dari tim auditor BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) .
Diungkapkan, Taufik ditetapkan sebagai tersangka karena terindikasi kuat bancakan uang negara dalam proyek DAK 2007. "Lewat pemeriksaan kita simpulkan Taufik untuk menjadi tersangka," tandasnya. Ditambahkan, tidak menutup kemungkinan tersangka DAK bakal bertambah. ''Salah satu rekan Taufik berinisial Fsl belum diperiksa BPKP,'' ujar Kapolres.
Fsl yang merupakan atasan langsung Taufik saat ini tidak berada di Banyuwangi. Menurut informasi dia sedang berada di luar kota. Padahal keterangannya sangat diperlukan dalam perkara ini. "Hingga saat ini Fsl belum dimintai keterangan BPKP," tandasnya.
Sementara itu penetapan tersangka kasus DAK 2007 membuat pihak BPKP bersemangat. Tim audit asal Surabaya itu kemarin tiba di Kota Gandrung. Kedatangan mereka dalam rangka mencari bahan dan data tambahan. Di antaranya data tersebut adalah kelengkapan pajak dan bukti pendukung lainnya.
Sekadar tahu, realisasi DAK Banyuwangi tahun 2007 sebesar Rp 29 miliar tiba-tiba menjadi sorotan publik. Ini menyusul adanya dugaan kurupsi pada realisasi proyek pemerintah pusat itu. Untuk Banyuwangi ada 118 sekolah yang mendapatkan anggaran itu. Rinciannnya per sekolah mendapat jatah Rp 250 juta. Untuk fisik Rp 150 juta, sedangkan non fisik Rp 100 juta. Mencium aroma ketidakberesan itu, polisi turun tangan. Sejumlah saksi sudah dimintai keterangan, termasuk para kasek penerima DAK dan penerbit (rekanan) pengadaan buku. (nic/aif)

Sabtu, 12 November 2011

Kualitas Pendidikan Terbaik

Tahukah Anda negara mana yang kualitas pendidikannya menduduki
peringkat pertama di dunia? Kalau Anda tidak tahu, tidak mengapa
karena memang banyak yang tidak tahu bahwa peringkat pertama untuk
kualitas pendidikan adalah Finlandia. Kualitas pendidikan di negara
dengan ibukota Helsinki, dimana perjanjian damai dengan GAM
dirundingkan, ini memang begitu luar biasa sehingga membuat iri semua
guru di seluruh dunia.

Peringkat I dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei
internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal
dengan nama PISA mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca,
dan juga Matematika. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara
akademis tapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah
mental. Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas.

Lantas apa kuncinya sehingga Finlandia menjadi Top No 1 dunia? Dalam
masalah anggaran pendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggi
dibandingkan rata-rata negara di Eropa tapi masih kalah dengan
beberapa negara lainnya.

Finlandia tidaklah mengenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar,
memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau
memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia
mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan
negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka
justru
lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea,
ranking kedua setelah Finnlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam
perminggu

Lalu apa dong kuncinya? Ternyata kuncinya memang terletak pada
kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru
dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru
sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka
tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru
mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1
dari 7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingainnya
ketimbang masuk ke fakultas bergengsi lainnya seperti fakultas hukum
dan kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok
oleh siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi
dengan kualitas seadanya pula.

Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru
yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi
guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut
mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka,
dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang
mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan
evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas
pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang
menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat
kita cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian, ungkap seorang guru
di Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa
diukur dengan ujian. Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk
mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga
lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.

Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK!
Inimembantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka
sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia.
Dan kalau mereka bertanggungjawab mereka akan bekeja lebih
bebas.Guru tidak harus selalu mengontrol mereka.

Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari
sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak
jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak
belajar apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh
guru. Disini guru tidak mengajar dengan metode ceramah, Kata Tuomas
Siltala, salah seorang siswa sekolah menengah. Suasana sekolah sangat
santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan
rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan, sambungnya.

Siswa yang lambat mendapat dukungan yang intensif. Hal ini juga yang
membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah
di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik
dan yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD.

Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai
kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani
masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi
setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai,
umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu;
berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak
perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.

Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka.
Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal
tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan
menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan
kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan
nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada
sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap
dirinya masing-masing.

Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir
siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan sistem
pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang
tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada
keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam
mengajar seorang siswa, kata seorang guru, maka itu berarti ada yang
tidak beres dengan pengajaran saya! Benar-benar ucapan guru yang
sangat bertanggungjawab.

Senin, 31 Oktober 2011

Aliran Mu'tazilah


PENDAHULUAN
1.      1 Latar Belakang
Problematika teologis di kalangan umat Islam baru muncul pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661M) yang ditandai dengan munculnya kelompok dari pendukung Ali yang memisahkan diri mereka karena tidak setuju dengan sikap ‘Ali yang menerima Tahkim dalam menyelesaikan konfliknya dengan Muawiyah bin Abi Sofyan, Gubernur Syam, pada waktu Perang Siffin.[1] Di situ ‘Ali mengalami kekalahan di plomatis dan kehilangan kekuasaan “de jure”-nya. Karena itu mereka memisahkan diri dengan membentuk kelompok baru yang kelak terkenal dengan sebutan kaum Khawarij (Pembelot atau Pemberontak). Kaum Khawarij memandang ‘Ali dan Mu’awiyah sebagai kafir karena mengkompromikan yang benar (haqq) dengan yang palsu (bathil). Karena itu mereka merencanakan untuk membunuh ‘Ali dan Mu’awiyah. Tapi kaum Khawarij, melalui seseorang bernama Ibn Muljam, hanya berhasil membunuh ‘Ali, sedangkan Mu’awiyah hanya mengalami luka-luka saja.
Bila Khawarij merupakan kelompok yang kontra terhadap Ali, maka kelompok kedua yang muncul kepermukaan yaitu Rhawafidl (Syi’ah) justru kebalikan Khawarij. Mereka adalah pendukung Ali dan mendaulatkan bahwa Ali-lah yang berhak menyandang gelar khalifah setelah Nabi Muhammad SAW. bukan Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka semua ini bahkan dikafirkan oleh Syi’ah.
Selanjutnya muncul pula Murji’ah pada akhir kurun pertama (akhir masa sahabat) tepatnya pada masa pemerintahan Ibnu Zubair dan Abdul Malik. Kemudian pada awal kurun kedua (masa tabi’in) yakni pada masa akhir pemerintahan Bani Umayyah muncul Jahmiyah, Musyabihah, dan Mumatstsilah yang diusung Ja’di bin Dirham dan Jahm bin Shafwan, penganut faham Jabariyah. Kemunculan berikutnya adalah Mu’tazilah yang mempunyai ciri khas ialah rasionalitas dan paham Qadariyyah kebalikan dengan apa yang diusung Jahm bin Shafwan. Setelahnya, ada As’ariyah dan Maturidiah.
Mu’tazilah sebenarnya merupakan gerakan keagamaan semata, mereka tidak pernah membentuk pasukan, dan tidak pernah menghunus pedang. Riwayat-riwayat yang menyebutkan tentang keikutsertaan beberapa pemimpin kaum Mu’tazilah, seperti ‘Amru Ibnu ‘Ubaid dalam serangan yang dilancarkan kepada al-Walid ibn Yazid, dan yang menyebabkan gugurnya Al Walid ibnu Yazid, tidaklah menyebabkan Mu’tazilah ini menjadi suatu golongan yang mempunyai dasar-dasar kemiliteran, sebab pemberontakan terhadap Al-Walid itu bukanlah pemberontakan kaum Mu’tazilah, melainkan adalah suatu pemberontakan yang berakar panjang yang berhubungan dengan kepribadian dan moral Khalifah. Maka ikut-sertanya beberapa orang Mu’tazilah dalam pemberontakan itu hanyalah secara perseorangan, disebabkan prinsip-prinsip umum, yang menyebabkan rakyat memberontak kepada penguasa yang zalim.[2]
Walaupun gerakan Mu’tazilah merupakan gerakan keagamaan, namun pada saat ia mempunyai kekuatan ia tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan tekanan-tekanan terhadap pihak-pihak yang menantangnya. Pemakaian kekerasan itu dipandang sebagai salah satu dari sikap Mu’tazilah yang tercela. Dan adanya tekanan-tekanan itu menjadi sebab yang terpenting bagi lenyapnya aliran ini di kemudian hari.[3]
Meskipun aliran Mu’tazilah pada era dewasa ini sulit ditemukan, pemikiran-pemikiran Mu’tazilah menurut hemat penulis sepertinya terus berkembang, tentunya dengan gaya baru dan dengan nama-nama yang cukup menggelitik dan mengelabui orang yang membacanya. Sebut saja  istilah Modernisasi Pemikiran, Sekulerisme, dan nama-nama lainnya yang mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka anggap benar dari pemikiran itu dalam rangka usaha mereka menyusupkan dan menyebarkan pemahaman dan pemikiran yang bersumber dari akal pikiran semata.
Untuk itulah, pada kesempatan ini penulis mencoba untuk membahas tentang asal usul aliran Mu’tazilah berikut prinsip-prinsip pemikiran mereka agar kita dapat mengetahui secara jelas apakah aliran ini memang dapat diterima atau malah menyimpang dari ajaran agama Islam. Namun pada pembahasan ini, penulis sengaja tidak banyak memaparkan bentuk bantahan-bantahan terhadap aliran Mu’tazilah ini, karena tujuan utama makalah ini hanya sekedar memperkenalkan prinsip-prinsip aliran tersebut.
1.      2 Rumusan Masalah
Masalah dalam makalah ini kami rumuskan sebagai berikut     :
1.      Bagaimanakah sejarah, perkembangan, dan tokoh-tokoh aliran Mu’tazilah?
2.      Apa sajakah ajaran dasar atau doktrin-doktrin aliran Mu’tazilah?
3.      Bagaimanakah proses munculnya paham Al Mihnah pada aliran Mu’tazilah?
1.      3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah     :
1.      Untuk mengetahui sejarah, perkembangan, dan tokoh tokoh aliran Mu’tazilah?
2.      Untuk mengetahui ajaran dasar atau doktrin-doktrin aliran Mu’tazilah?
3.      Untuk mengetahui proses kemunculan paham Al Mihnah pada aliran Mu’tazilah?

PEMBAHASAN

2.      1  Sejarah, Perkembangan, Tokoh-tokoh Aliran Mu’tazilah
Secara etimologi Mu’tazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya menunjukkan kesendirian, kelemahan, keputus-asaan, atau mengasingkan diri.[4]Dalam Al-Qur’an, kata-kata ini diulang sebanyak  sepuluh kali yang kesemuanya mempunyai arti sama yaitu al ibti’âd ‘ani al syai-i : menjauhi sesuatu. Seperti dalam satu redaksi ayat :
فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوكُمْ وَأَ ْلقَوْا اِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَمَا جَعَلَ اللهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيْلاً
Artinya: “Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk melawan dan membunuh) mereka.” (QS. An-Nisa’: 90)
Sedang secara terminologi sebagian ulama mendefenisikan Mu’tazilah sebagai satu kelompok dari Qodariyah yang berselisih pendapat dengan umat Islam yang lain dalam permasalahan hukum pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Waashil bin Atho’ dan Amr bin Ubaid pada zaman Al Hasan Al Bashry.[5]
Aliran Mu’tazilah ini muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, antara tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan Khalifa Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal. Awalnya nama Mu’tazzilah sendiri diberikan oleh orang luar Mu’tazilah, yakni atas dasar ucapan Hasan Al-Bashry setelah melihat Washil bin Atha’ memisahkan diri dari halaqoh yang diselenggarakan olehnya. Hasan Al-Bashry diriwayatkan memberi komentar sebagai berikut: “I’tazala anna” (dia mengasingkan diri dari kami).[6]Akhirnya orang-orang yang mengasingkan diri itu disebut “Mu’tazilah”, yang dapat diartikan sebagai orang yang mengasingkan diri dari majelis kuliah Hasan Al-Bashry.
Sebenarnya, kelompok Mu’tazilah ini telah muncul pada pertengahan abad pertama Hijrah yakni diistilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri atau bersikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa meletusnya Perang Jamal dan Perang Siffin, yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah. Sedangkan pada abad kedua Hijrah, Mu’tazilah muncul karena didorong oleh persoalan aqidah.[7] Dan secara teknis, istilah Mu’tazilah ini menunjukkan pada dua golongan, yaitu:
  • Golongan pertama disebut Mu’tazilah I; muncul sebagai respon politik murni.[8]yakni bermula dari gerakan atau sikap politik beberapa sahabat yang “gerah” terhadap kehidupan politik umat Islam pada masa pemerintahan ‘Ali. Seperti diketahui, setelah Ustman terbunuh, ‘Ali diangkat menjadi Khalifah. Namun pengangkatan ini mendapat protes dari beberapa sahabat lainnya. ‘Aisyah, Zubeir dan Thalhah mengadakan perlawanan di Madinah, namun berhasil dipadamkan. Sementara di Damaskus, gubernur Mu’awiyah juga mengangkat senjata melawan ‘Ali. Melihat situasi yang kacau demikian, beberapa sahabat senior seperti ‘Abdullah ibn ‘Umar, Sa’ad ibn Abi Waqqas dan Zaid ibn Tsabit bersikap netral. Mereka tidak mau terlibat dalam pertentangan kelompok-kelompok di atas. Sebagai reaksi atas keadaan ini, mereka sengaja menghindar (i’tazala) dan memperdalam pemahaman agama serta meningkatkan hubungan kepada Allah.[9]
  • Golongan kedua disebut Mu’tazilah II muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Mur’jiah tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar.[10]Namun demikian, antara kedua golongan ini masih terdapat hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisah-pisahkan.

Mengenai pemberian nama Mu’tazilah untuk golongan kedua ini terdapat beberapa versi, di antaranya:
  • Versi Asy-Syahrastani mengatakan bahwa nama Mu’tazilah ini bermula pada peristiwa yang terjadi antara Washil bin Atha’ serta temannya, Amr bin Ubaid, dan Hasan Al-Bashri di Basrah. Ketika Washil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Hasan Al Basri di masjid Basrah., datanglah seseorang yang bertanya mengenai pendapat Hasan Al Basri tentang orang yang berdosa besar. Ketika Hasan Al Basri masih berpikir, tiba-tiba Washil mengemukakan pendapatnya: “Saya berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada pada posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian dia menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan pergi ke tempat lain di lingkungan mesjid. Di sana Washil mengulangi pendapatnya di hadapan para pengikutnya. Dengan adanya peristiwa ini, Hasan Al Basri berkata: “Washil menjauhkan diri dari kita (i’tazaala anna).[11]
  • Versi Al-Baghdadi menyebutkan bahwa Washil bin Atha’ dan temannya, Amr bin Ubaid, diusir oleh Hasan Al Basri dari majelisnya karena adanya pertikaian di antara mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak mukmin dan tidak pula kafir. Oleh karena itu golongan ini dinamakan Mu’tazilah.[12] Versi Tasy Kubra Zadah berkata bahwa Qatadah bin Da’mah pada suatu hari masuk mesjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang disangkanya adalah majelis Hasan Al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa majelis tersebut bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambil berkata, “ini kaum Mu’tazilah.” Sejak itulah kaum tersebut dinamakan Mu’tazilah.[13]
  • Sementara Al-Mas’udi memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan Mu’tazilah tanpa menyangkut-pautkan dengan peristiwa antara Washil dan Hasan Al Basri. Mereka diberi nama Mu’tazilah, katanya, karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara kafir dan mukmin (al-manzilah bain al-manzilatain). Dalam artian mereka memberi status orang yang berbuat dosa besar itu jauh dari golongan mukmin dan kafir.[14] Adapun tokoh-tokoh aliran Mu’taziliyah yang terkenal di antaranya adalah :
1-      Washil bin Atha’, lahir di Madinah, pelopor ajaran ini.
2-      ‘Amru bin ‘Ubaid, sahabat Washil bin Atha’
3-      Abu Huzail al-Allaf (751-849 M), penyusun 5 ajaran pokoq Mu’taziliyah.
4-      An-Nazzam, murid Abu Huzail al-Allaf.
2.      2  Ajaran Dasar dan Doktrin-Doktrin Aliran Mu’tazilah
Berbicara tentang Mu’tazilah sebenarnya tidak terlepas dari aliran-aliran yang ada sebelumnya, terutama yang menyangkut permasalahan yang dimunculkan kaum Khawarij terhadap suatu masalah “Orang Yang Melakukan Dosa Besar” yang terkenal dalam istilah Mutakallimin dengan sebutan “Khalqu Af’alil ‘ibad”. Dalam hal ini kaum Azariqah dari golongan Khawarij berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar itu adalah kafir, yaitu kafir terhadap agama, yang berarti keluar dari Agama Islam, dan kekal dalam neraka.[15] Dan dalam pembahasan ini, muncullah beberapa macam pendapat berbeda yang akhirnya membentuk aliran Murji’ah, Jabariyah, dan Mu’tazilah sendiri.
Menurut golongan Murjiah bahwa iman adalah pengakuan tentang kemahaesaan Allah dan kerasulan Muhammad, yaitu pengakuan hati. Barangsiapa mengakui hal itu berdasarkan kepercayaan, maka dia adalah Mu’min; apakah ia menunaikan kewajiban-kewajibannya atau tidak, dan apakah ia menjauhi dosa-dosa besar atau ia melakukannya.[16] Sesuai namanya Murji’ah yang berarti “memberikan harapan untuk mendapatkan kemaafan”, maka berdasarkan itu pula mereka meyakini bahwa perbuatan maksiat itu tidak merusak iman, sebagaimana ketaatan yang tidak bermanfaat jika disertai oleh kekafiran. Sehingga jika seorang muslim yang melakukan dosa besar maka ia masih tergolong muslim, adapun dalam kaitannya dengan dosa yang dilakukannya itu terserah Tuhan di akhirat nanti.
Sementara golongan Jabariyah berpendapat bahwa perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia (yang baik maupun tercela) pada hakekatnya bukanlah hasil pekerjaannya sendiri, melainkan hanyalah termasuk ciptaan Tuhan, yang dilaksanakan-Nya melalui tangan manusia. Dengan demikian maka manusia itu tiadalah mempunyai perbuatan, dan tidak pula mempunyai kodrat untuk berbuat. Sebab itu, orang mukmin tidak akan menjadi kafir lantaran dosa-dosa besar yang dilakukannya, sebab ia melakukannya semata-mata karena terpaksa. Untuk aliran Murji’ah, Jabariyah maupun Khawarij telah dibahas secara terperinci oleh para pemakalah sebelumnya.
Adapun golongan Mu’tazilah, dalam hal ini berpendapat bahwa manusia adalah berwenang untuk melakukan segala perbuatannya sendiri. Sebab itu ia berhak untuk mendapatkan pahala atas kebaikan-kebaikan yang dilakukannya, dan sebaliknya ia juga berhak untuk disiksa atas kejahatan-kejahatan yang diperbuatnya. Untuk menguatkan pendapat-pendapatnya itu, Mu’tazilah berdalil kepada ayat-ayat Al-Qur’an, antara lain ialah:
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌ
Artinya: “Tiap-tiap jiwa terikat dengan apa yang telah diperbuatnya” [QS. Al-Mudattsir: 38]
فَمَنْ شَآءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَآءَ فَلْيَكْفُرْ
Artinya: “Maka siapa yang hendak beriman, berimanlah, dan siapa yang hendal kafir, kafirlah!” [QS. Al-Kahfi: 39]
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيْلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُوْرًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menunjukkan kepadanya jalan (yang lurus), adakalanya dia bersyukur dan adakalanya mengingkari.” [QS. Ad-Dahr: 3]
إِنَّ هذِهِ تَذْكِرَةً فَمَنْ شَآءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيْلاً
Artinya: “Sesungguhnya ini adalah peringatan, maka siapa yang ingin, tentu ia mengambil jalan kepada Tuhannya.” [QS. Al-Muzammil: 19]
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيْدِ
Artinya: “Barangsiapa berbuat baik, maka itu adalah buat dirinya, dan siapa berbuat jahat, maka itu merugikan dirinya. Dan tiadalah Tuhanmu aniaya terhadap hamba-hamba-Nya”. [QS. Fushshilat: 46]
وَأَنْ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى، وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى. ثُمَّ يُجْزَاهُ اْلجَزَآءَ اْلأَوْفَى
Artinya: “Dan bahwasanya tiadalah bagi manusia, kecuali apa yang telah dikerjakannya. Dan bahwasanya usahanya itu akan diperlihatkan. Kemudian ia akan diberi balasan yang paling sempurna”. [QS. An-Najmu: 39-41]
وَمَنْ يَكْسِبْ إِثْمًا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُ عَلَى نَفْسِهِ
Artinya: “Dan barangsiapa melakukan suatu dosa, maka sesungguhnya ia melakukannya untuk merugikan dirinya sendiri”. [QS. An-Nisa’: 111]
Selain itu, bagi aliran Mu’tazilah menyebutkan bahwa kedudukan bagi orang yang berbuat dosa besar, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin secara mutlak dan tidak pula kafir secara mutlak, melainkan dia akan ditempatkan di suatu tempat yang terletak di antara dua tempat (al-manzilah bain al-manzilatain), ia tidak mukmin dan tidak pula kafir, tetapi menjadi fasiq (lihat: Subhi, 1982, Fi ‘Ilm al-Kalam, Iskandariyyah: Tsaqafah al-Jami’ah, hal.67).[17] Dalam doktrin al-manzilah bain al-manzilatain ini, kelompok Mu’tazilah memandang bahwa tokoh-tokoh yang terlibat perselisihan dan pertentangan pada masa pemerintahan ‘Ali adalah sahabat-sahabat Nabi yang shaleh. Namun mereka terpecah, dan kedua-duanya tidaklah benar. Salah satu pihak pasti ada yang berbuat dosa, tapi kita tidak mengetahui yang mana. Karena itu, urusan mereka diserahkan saja kepada Allah. Namun demikian mereka tidak dapat dianggap sebagai mukmin dalam arti yang sebenarnya.[18]
Menurut As-Syahristani dalam Al Milalu Wan Nihal, bahwa bagi Mu’tazilah, iman itu adalah ungkapan bagi sifat-sifat yang baik, yang apabila sifat-sifat tersebut terkumpul pada diri seseorang maka ia disebut mukmin. Dengan demikian, kata mukmin tersebut merupakan suatu nama pujian. Dan orang yang melakukan dosa besar, sedang pada dirinya tidak terkumpul sifat-sifat yang baik itu, maka ia tidaklah berhak untuk mendapatkan nama pujian itu. Dengan demikian ia tak dapat disebut mukmin. Akan tetapi ia bukan pula kafir secara mutlak, karena syahadah dan perbuatan-perbuatan baik lainnya yang ada padanya tidaklah dapat dimungkiri. Tetapi apabila ia keluar dari dunia ini dalam keadaan berdosa besar dan tidak bertobat kepada Allah, maka dia adalah penduduk neraka untuk selama-lamanya, sebab di akhirat kelak hanya ada dua macam golongan saja, satu golongan di dalam syurga dan yang lain di neraka; hanya saja azab yang dikenakan kepadanya lebih ringan daripada azab yang dikenakan kepada orang-orang kafir.[19]
2.2.1 Prinsip-Prinsip Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah, sebagai sebuah aliran teologi yang mengadopsi faham qodariyah, memiliki asas dan landasan tersendiri yang selalu dipegang erat oleh mereka, bahkan di atasnya-lah prinsip-prinsip mereka dibangun. Asas dan landasan itu mereka sebut dengan Al-Ushulul-Khomsah (lima landasan pokok). Adapun rinciannya sebagai berikut:
A. Tauhid
Tauhid adalah dasar Islam pertama dan utuma. Sebenarnya tauhid ini bukan milik khusus golongan Mu’tazilah, tapi Mu’tazilah mengartikan tauhid lebih spesifik, yaitu Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaeasaan Allah. Tuhanlah satu-satunya Yang Maha Esa tidak ada satupun yang menyamainya. Oleh karena itu, hanya Dia-lah yang Qadim. Untuk memurnikan keesaan Tuhan, Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat. Menurut Mu’tazilah sifat adalah sesuatu yang melekat. Jadi sifat basar, sama’, qodrat dan seterusnya itu bukan sifat melainkan dzatnya Allah itu sendiri. Bahkan Mu’tazilah juga berpendapat bahwa Al-Qur‘an itu baru (makhluk) karena Al-Quran adalah manifestasi kalam Allah, sedangkan Al-Qur’an itu sendiri terdiri dari rangkaian huruf-huruf, kata, dan bahasa yang salah satunya mendahului yang lain.
Karena adanya prinsip-prinsip ini, maka musuh-musuh Mu’tazilah menggelari mereka dengan “Mu’atthilah”, sebab mereka telah meniadakan sifat-sifat Tuhan dan menghapuskannya. Sedangkan kaum Mu’tazilah sendiri menyebut diri mereka dengan “Ahlul ‘Adli Wat Tauhid” (pengemban keadilan dan ketauhidan).
Sebelum ke pokok persoalan, kita tidak boleh lupa bahwa yang namanya tauhid itu memiliki beberapa jenis dan tingkatan, yaitu  : tauhid zati (keesaan zat), tauhid sifati (keesaan sifat), tauhid af’ali (keesaan perbuatan) dan tauhid ibadi (keesaan ibadah).
  • Tauhid zati : Artinya adalah bahwa zat Allah adalah satu dan tidak terpisah. Tak ada tandingannya. Semua eksistensi yang lainnya adalah merupakan ciptaan-Nya dan eksistensinya jauh dibawah-Nya. Tidak ada satu eksistensipun yang pantas untuk diperbandingkan dengan-Nya.
  • Tauhid Sifati : Artinya adalah bahwa sifat-sifat Allah seperti Maha Mengetahui, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Adil dan seterusnya itu bukanlah merupakan eksistensi-eksistensi yang terpisah dari zat Allah. Sifat-sifat tersebut identik dengan-Nya, dalam pengertian yang lain bahwa sifat-sifat Tuhan itu adalah sedemikian rupa sehingga sifat-sifat-Nya merupakan realitas zat Allah sendiri, atau dengan kata lain bahwa manifestasi Tuhan itu adalah sifat-sifat ini.
  • Tauhid af’ali : Artinya bahwa semua perbuatan-perbuatan (termasuk perbuatan mansusia,red) ada karena kehendak Alllah, dan sedikit banyak dikehendaki oleh zat suci-Nya.
  • Tauhid ibadi : Artinya adalah bahwa selain Allah tak ada yang patut untuk disembah dan tak ada yang patut untuk diberi dedikasi. Menyembah atau beribadah kepada siapa atau kepada apa saja selain kepada Allah adalah syirik , dan orang yang melakukan hal seperti itu dianggap telah keluar dari tauhid islam.
Jika kita perhatikan sekilas, dari ke empat jenis tauhid tersebut, tiga yang terakhir (tauhid ibadi) adalah berhubungan dengan makhluk. Tapi secara prinsip tidaklah demikian adanya,  pernyataan ‘La ilaaha ilallah’ adalah sebuah pernyataan yang meliputi semua aspek tauhid, termasuk didalamnya adalah aspek tauhid ibadi. Kemudian, dari keempat tauhid tersebut, tauhid zati dan tauhid ibadi merupakan bagian utama dari akidah-akidah utama Islam yang berhubungan dengan Allah sedangkan mempersoalkan dan menentang kedua tauhid tersebut maka dia dianggap sudah keluar dari area
Namun bagi Mu’tazilah, yang disebut tauhid itu adalah tauhid sifati, bukan tauhid zati dan tauhid ibadi seperti yang sudah disepakati kebanyakan orang. Bahkan juga bukan tauhid af’ali sebagaimana tauhid yang dipahami oleh kaum Asy’ariah.


B.  Al-Adl (Keadilan Allah)
Al-Adl masih ada hubungannya dengan tauhid, dengan Al-Adl, Mu’tazilah ingin mensucikan perbuatan Tuhan dari persamaan dengan perbuatan makhluk, karena Tuhan Maha Sempurna maka Tuhan pasti Adil. Ajaran ini ingin bertujuan untuk menempatkan Tuhan benar-benar Adil menurut sudut pandang manusia. Dan mereka yakin bahwa Allah itu Maha Adil, maka dia tidak akan menindas makhluk-makhluk-Nya. Prinsip seperti ini pada dasarnya memang disepakati oleh umat Islam, tak ada satupun di antara mereka yang menentang dan mempersoalkan keadilan Ilahi dalam tataran substansi.  Kalaupun terjadi perbedaan dan perselisihan, ini biasanya terjadi hanya karena masalah tafsiran saja.
Namun bagi Mu’tazilah, mereka percaya bahwa pada hakikatnya ada tindakan atau perbuatan-perbuatan yang pada dasarnya adalah ‘adil’ dan sebaliknya, ada juga tindakan dan perbuatan-perbuatan yang pada dasarnya ‘tidak adil’. Sebagai contoh, kalau Allah memberikan pahala pada orang yang taat dan yang berbuat baik serta memberikan hukuman  kepada para pendosa, maka tindakan Allah ini disebut adil, dan Allah memang Maha Adil. Dia (Allah) memberikan penghargaan terhadap yang taat dan menghukum terhadap yang bersalah, dan mustahil Allah akan melakukan hal yang sebaliknya. Memberikan pahala kepada yang berdosa (bersalah) dan menghukum yangyangadil, dan Allah mustahil berbuat seperti itu. taat, karena perbuatan sedemikian sungguh adalah suatu perbuatan tidak
Demikian juga dengan contoh yang lain, misalnya kehendak bebas. Tidak mungkin Allah menciptakan makluk yang tidak mempunyai kehendak bebas, lalu kemudian menciptakan perbuatan dosa dengan tangan makhluk itu dan setelah itu menghukumnya. Itu adalah perbuatan tidak adil, Allah tidak mungkin dan tidak pantas untuk melakukan tindakan yang seperti itu.
Kemudian dari itu, atas nama akidah keadilan Ilahi, kaum Mu’tazilah dengan gigihnya mempromosikan contoh-contoh yang lain dan yang lebih umumMu’tazilah, bahwa pada dasarnya sifat-sifat itu ada pada perbuatan. Sifat jujur, ramah, murah senyum dan lagi tidak sombong misalnya, pada dasarnya adalah suatu sifat yang memang sudah dari sononya memiliki kualitas yang baik. Sedangkan sifat-sifat mudah cemberut, ngambekan, pembohong, munafik, tidak senonoh  dan dan lain-lain pada dasarnya memang sudah merupakan suatu sifat yang tidak baik dan buruk pula. Karena itu maka bisa disimpulkan bahwa pada hakikatnya suatu perbuatan itu sebelum ada hukum atau penilaian Allah terhadapnya sekalipun, perbuatan-perbuatan semacam itu memang sudah dari ’sono’nya memang telah menjadi sifatnya. seperti sifat ‘keindahan’ dan ‘keburukan’, ‘baik’ dan ‘buruk’. Menurut pandangan
Konsekuensi logis dari ‘pemikiran’ tersebut adalah bahwa sesungguhnya akal manusia, setidak-tidaknya sebagian akan mampu untuk membedakan sebelah mana yang baik dan sebelah mana pula yang buruk tanpa perlu harus selalu mengacu kepada syariat (hukum).
Rentetan dari pemikiran ini berlanjut kepada pertentangan yang sengit ke ranah teologi lainnya, misalnya : apakah Allah menciptakan suatu eksistensiMu’tazilah mengklaim kalau Allah menciptakannya tanpa maksud dan tujuan, maka sungguh itu adalah suatu perbuatan yang meng-ada-ada (qabih) dan karena itu mustahil menurut akal yang sehat. itu mempunyai maksud dan tujuan atau tidak. Kaum
Juga perkara yang lain, mungkinkah Allah akan memberikan tugas kepada manusia yang mana tugas tersebut sesungguhnya berada diluar batas kemampuan manusia untuk memenuhinya? Menurut Mu’tazilah , ini juga termasuk hal yang qabih, meng-ada-ada dan mustahil. Persoalan yang aneh seperti itu tidak masuk akal. Tidak mungkin Allah memberikan suatu tugas semacam itu kepada  manusia.
Selanjutnya, apakah dalam persoalan keimanan seseorang bisa atau mampu merubah pemikiranannya sendiri dari tadinya seorang kafir menjadi muslim? Atau sebaliknya apakah  seseorang bisa atau mampu merubah pemikiranannya sendiri dari tadinya seorang preman kemudian berubah menjadi ustadz? Jawaban-nya jelas dan pasti bisa.
Karena jika seseorang tidak mampu untuk melakukan hal tersebut, maka tidak adil kalau Allah menghukum orang atas perbuatan jahatnya sementara orang itu sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk merubah situasinya. Dan berdasarkan kepada prinsip ini, mereka juga disebut “Al’Adliyah”, yaitu orang-orang yang menganut pendapat tentang keadilan.[20]
C.  Al-Wa’d Wal Wa’id (Janji dan Ancaman Allah)
Tuhan yang Maha Adil dan Bijaksana, tidak akan melanggar janjinya. Kaum Mu’tazilah yakin bahwa janji dan ancaman itu pasti terjadi, yaitu janji Tuhan yang berupa pahala (surga) bagi orang yang berbuat baik, dan ancamannya yang berupa siksa (neraka) bagi orang yang berbuat durhaka. Begitu pula janji Tuhan untuk memberi pengampunan bagi orang yang bertaubat.
Yang mereka maksud dengan landasan ini adalah bahwa wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam Al-Jannah, dan melaksanakan ancaman-Nya (al-wa’id) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam An-Naar, kekal abadi di dalamnya, akan tetapi siksa yang diterimanya lebih ringan daripada siksa orang yang kafir. Tidak boleh bagi Allah untuk menyelisihkan hal ini. Dan inilah yang mereka sebut dengan janji dan ancaman itu. Sehingga mereka sering disebut dengan Wa’idiyyah.
D.  Al-Manzilah Baina Al-Manzilatain (Tempat di Antara Dua Tempat)
Pokok ajaran ini adalah orang Islam yang melakukan dosa besar (ma’siat) selain syirik dan belum bertaubat dia tidak dikatakan mu’min dan tidak pula dikatakan kafir, tetapi fasik. Hal ini karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan dan tidak cukup hanya pengakuan dan pembenaran saja.
Di dalam dunia ini, orang yang melakukan dosa besar itu bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi fasiq, tidak boleh disebut mukmin, walaupun dalam dirinya ada iman kerana pengakuan dan ucapan dua kalimah syahadahnya, dan tidak pula disebut kufur, walaupun ‘amal perbuatan dianggap dosa, kerana ia tidak mempengaruhi imannya. Sementara di akhirat kelak orang yang melakukan dosa besar itu tidak akan dimasukkan ke dalam syurga dan tidak pula dimasukkan ke dalam neraka yang dahsyat, seperti orang kafir, tetapi dimasukkan ke dalam neraka yang paling ringan.
Dalam konteks ini, timbul sebuah pertanyaan, “Siapakah yang disebut kafir oleh aliran Mu’tazilah?” Menurut mayoritas kaum Mu’tazilah, orang yang tidak patuh terhadap yang wajib dan yang sunat disebut pelaku maksiat. Mereka membagi maksiat kepada 2 (dua) bagian, yaitu maksiat besar dan maksiat kecil. Maksiat besar ini dinamakan kufur. Adapun yang membawa seseorang pada kekufuran ada 3 (tiga) macam, yakni:
  1. Seseorang yang menyamakan Allah dengan makhluk.
  2. Seseorang yang menganggap Allah tidak adil atau zalim.
  3. Seseorang yang menolak eksistensi Nabi Muhammad yang menurut nas telah disepakati kaum muslimin.
E. Al-Amru bil Ma’ruf wa An-Nahyu ‘an al-Munkar (Baik dan Buruk Menurut Pertimbangan Akal)
Kaum Mu’tazilah sepakat mengatakan bahwa akal manusia sanggup membedakan yang baik dan yang buruk, sebab sifat-sifat dari yang baik dan yang buruk itu dapat dikenal. Dan manusia berkewajiban memilih yang baik dan menjauhi yang buruk. Untuk itu, tak perlulah Tuhan mengutus Rasul-Nya. Apabila seseorang tidak mau berusaha untuk mengetahui yang baik dan yang buruk itu, ia akan mendapat siksaan dari Tuhan. Begitu pula apabila ia tahu akan yang baik tetapi tidak diikutinya, atau ia tahu mana yang buruk tetapi tidak dihindarinya. Adapun mengutus Rasul, itu adalah merupakan pertolongan tambahan dari Tuhan, “agar orang-orang yang binasa itu, binasanya adalah dengan alasan, dan orang yang hidup itu, hidupnya adalah dengan alasan pula”.[21]
Selain itu, mereka juga berprinsip bahwa diwajibkan melakukan pemberontakan terhadap pemerintah (muslim) apabila mereka telah berlaku dzalim dan sewenang-wenang dalam berkuasa.
Kelima prinsip tersebut di atas merupakan standar bagi kemu’tazilahan seseorang, dengan artian seseorang baru dikatakan Mu’tazilah jika dia menganut dan mengakui kelima hal tersebut, namun jika dia tidak mengakui salah satunya atau menambahkan padanya satu hal saja, maka orang ini tidak pantas menyandang nama Mu’tazilah.
Dari pemaparan tentang pemikiran Mu’tazilah di atas, terlihat bahwa akal adalah satu-satunya sandaran pemikiran mereka. Oleh karena itu, terkenallah bahwa mu’tazilah adalah pengusung teologi rasionalitas. Teologi rasionaltas yang di usung kaum mu’tazilah tersebut bercirikan:
  1. Kedudukan akal tinggi di dalamnya, sehingga mereka tidak mau tunduk kepada arti harfiah dari teks wahyu yang tidak sejalan dengan pemikiran filosofis dan ilmiah. Mereka tinggalkan arti harfiah teks dan ambil arti majazinya, dengan lain kata mereka tinggalkan arti tersurat dari nash wahyu dan mengambil arti tersiratnya. Mereka dikenal banyak memakai ta’wil dalam memahami wahyu.
  2. Akal menunjukkan kekuatan manusia, maka akal yang kuat menggambarkan manusia yang kuat, yaitu manusia dewasa. Manusia dewasa, berlainan dengan anak kecil, mampu berdiri sendiri, mempunyai kebebasan dalam kemauan serta perbuatan, dan mampu berfikir secara mendalam. Karena itu aliran ini menganut faham qadariah, yang di Barat dikenal dengan istilah free-will and free-act, yang membawa kepada konsep manusia yang penuh dinamika, baik dalam perbuatan maupun pemikiran
  3. Pemikiran filosofis mereka membawa kepada penekanan konsep Tuhan Yang Maha Adil. Maka keadilan Tuhanlah yang menjadi titik tolak pemikiran teologi mereka. Keadilan Tuhan membawa mereka selanjutnya kepada keyakinan adanya hukum alam ciptaan Tuhan, dalam al-Qur’an disebut Sunnatullah, yang mengatur perjalanan apa yang ada di alam ini. Alam ini berjalan menurut peraturan tertentu, dan peraturan itu perlu dicari untuk kepentingan hidup manusia di dunia ini.
Teologi rasional Mu’tazilah inilah, dengan keyakinan akan kedudukan akal yang tinggi, kebebasan manusia dalam berfikir serta berbuat dan adanya hukum alam ciptaan Tuhan, yang membawa pada perkembangan Islam, bukan hanya filsafat, tetapi juga sains, pada masa antara abad ke VIII dan ke XIII M.
2.3  Proses Kemunculan Paham Al Mihnah pada Aliran Mu’tazilah
2.3.1 Pengertian al-Mihnah
Kata Al-Mihnah diambil dari kata mhn, pecahan dari kata mahana, yahmanu, mahnan yang berarti cobaan, menguji, memeriksa.
Ahmad Amin dalam bukunya yang berjudul Dhuha al-Islam, menyatakan bahwa al-Mihnah dalam kaitannya dengan perjalanan Mu’tazilah dimaksudkan sebagai pemeriksaan untuk mengetahui para ulama dan pejabat kehakiman mengenai kemakhlukan al-Quran. Bagi mereka berpendirian keqadiman al-Quran maka siksalah yang diterima, karena keyakinan seperti itu dianggap syirik yang harus dibetulkan dengan cara amar ma’ruf nahyi munkar, dan bila perlu dengan kekerasan.
Jadi dapat dipahami bahwa al-Mihnah adalah suatu tuduhan atau introgasi yang dilakukan oleh kaum Mu’tazilah terhadap orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.
2.3.2 Awal muncul dan Perkembangan Al-Mihnah
Al-Mihnah muncul seiring dengan adanya dukungan dan lindungan dari khalifah al-Ma’mun, yang dikenal sebagai khalifah Abbasiyah yang condong ke dunia ilmiah dan pemikiran saintifik terhadap kaum Mu’tazilah. Dengan dukungan dan lindungan ini, kaum Mu’tazilah berada pada posisi yang kuat, bahkan mazhabnya dijadikan sebagai mazhab resmi negara. Dengan kekuasaan yang dimiliki, Mu’tazilah menghadapi lawan-lawannya dengan cara-cara yang penuh kekerasan. Puncak kekerasan itu ialah diadakanlah al-Mihnah, yaitu untuk menguji pendapat dan kesetiaan para hakim, pemuka-pemuka dalam pemerintahan dan juga terhadap pemuka-pemuka yang berpengaruh dalam masyarakat terhadap paham Mu’tazilah disertai tindak kekerasan dan paksaan agar mereka mau menerima paham bahwa al-Qur’an itu makhluk Tuhan.
Menurut riwayat, masalah al-Mihnah sudah muncul sebelum masa khalifah al-Ma’mun berkuasa. Masalah ini pernah dibicarakan oleh al-Ja’ad ibn Dirham, akan tetapi tidak berkembang karena ia segera dibunuh oleh Khalid ibnu Abdullah, Gubernur Kufah. Hal yang sama dialami oleh al-Jahm ibnu Safwan.
Pada masa pemerintahan al-Ma’mun, pelaksanaan al-Mihnah dibagi kepada empat macam tingkatan: Pertama, mereka yang menolak tidak dapat lagi diterima kesaksiannya di Pengadilan. Kedua, Mereka yang bekerja sebagai guru atau muballigh, diputuskan tunjangan yang diperolehnya dari Khalifah. Ketiga, Jika masih tetap menolak akan dicambuk dan dirantai kemudian dimasukkan ke dalam penjara. Keempat, Proses terakhir dari segalanya adalah hukuman mati dengan leher dipancung.
Tindak kekerasan yang ditempuh oleh Mu’tazilah dalam menyampaikan ajarannya itu berkurang setelah al-Ma’mun meninggal tahun 833 M. Setelah al-Ma’mun, pemerintah dijabat al-Mu’tashim. Ia adalah tokoh yang kurang memperhatikan masalah ilmiah, teologi dan filsafat. Namun demikian, ia tetap melaksanakan kebijakan yang pernah dilakukan oleh al-Ma’mun sebelumnya. Ia tetap menahan dan memenjarakan Ahmad ibn Hambal selama 18 bulan. Kemudian Ahmad ibn Hambal dikeluarkan dan dibebaskan untuk menyampaikan fatwa sampai al-Mu’tashim meninggal dunia.
Kedudukan khalifah selanjutnya dipegang oleh Watsiq putra al-Mu’tazim. Berbeda dengan ayahnya, ia sangat menaruh perhatian terhadap bidang ilmiah dan teologi, sehingga ada yang mengindetikkannya dengan khalifah al-Ma’mun dan bahkan lebih besar dari al-Ma’mun. Karena ia dalam melaksanakan tindakan al-Mihnah itu lebih ketat, bahkan memperlakukan para penentangnya dengan sangat kasar. Ahli fiqh seperti Yusuf ibn Yahya al-Buwaity, Ahmad ibn Nasir dan Naim ibn Hammad adalah termasuk orang-orang yang mati dalam penganiayaan yang dilakukan oleh al-Watsiq. Namun kepada ibn Hambal, ia agak lunak, karena hanya membatasinya untuk tidak bertemu dengan siapapun serta tidak boleh tinggal di tempat al-Watsiq menetap. Akibatnya, Hambal mengurung diri hingga ia meninggal dunia.
Namun pada perkembangan selanjutnya al-Watsiq pun menyesali segala tindakan kekerasan yang berkaitan dengan pemaksaan paham kemakhlukan Alquran, al-Watsiq pada akhir hayatnya berusaha menghapuskan al-Mihnah, karena hal itu merupakan suatu perbuatan yang tidak pernah dilaksanakan pada masa Rasulullah saw., Abu Bakar, Umar dan Ali bin Abi Thalib.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa al-Mihnah berkembang pada masa khalifah-khalifah Abbasiyah, al-Ma’mun, al-Mu’tashim dan al-Watsiq, yang menggunakan tindakan pemeriksaan bahkan penyiksaan untuk menyebarkan paham tentang kemakhlukan Alquran.
2.3.3 Masa Berakhirnya al-Mihnah
Dalam riwayat dijelaskan bahwa pada masa pemerintahan al-Watsiq, para penguasa tidak lagi memberikan siksaan terhadap pihak-pihak yang menolak paham kemakhlukan Alquran, bahkan al-Watsiq sendiri telah bertaubat sebelum ia meninggal dunia. Diakhir pemerintahan al-Watsiq, terdapat seorang Syekh bernama Abu Abdu al-Rahman Abdullah ibn Muhammad ibn Ishak al-Azraniy, ketika dihadirkan di hadapan khalifah dalam keadaan terbelenggu karena al-Mihnah, dikatakannya bahwa al-Mihnah yang diperlakukan terhadap manusia bukan ajaran Nabi dan tidak pernah dipraktekkan oleh Rasulullah saw., Abu Bakar, Utsman dan Ali. Mengapa melakukan sesuatu yang tidak pernah dicontohkan Nabi? Mendengar keterangan seperti itu, al-Watsiq terdiam. Dia bangkit dari tempat duduknya dan merenungkan kalimat yang diucapkan syekh tadi, lalu Syekh pun dimaafkan dan dibebaskan. Setelah kejadian itu tidak ada lagi orang yang mendapat siksaan, dan khalifah bertaubat sebelum ia meninggal dunia tahun 847 M.
Pada masa al-Mutawakkil, al-Mihnah tidak lagi diperlakukan, karena aliran Mu’tazilah telah dibatalkan sebagai mazhab negara di tahun 847 M. Dari sinilah berakhir paham al-Mihnah oleh kaum Mu’tazilah.
2.3.4 Pengaruh Mua’tazilah di Dunia Islam
Mu’tazilah dalam menyelesaikan berbagai masalah keagamaan selalu menggunakan kekuatan akal pikiran. Bahkan mereka diberi nama kaum rasionalis. Kamum Mu’tazilah sangat serius membela dan mempertahankan akidah dari mereka yang bermaksud merusaknya.
Dalam sejarah, pada masa pemerintahan Abbasiyah, kaum muslimin terancam dari berbagai aliran yang merupakan lawan-lawan kepercayaan Islam. Lawan-lawan itu di antaranya, paham al-Mujassimah, al-Rafidhah, mulhid dan zindik di samping itu juga dapat menumpas paham reinkarnasi. Karena itu dalam sejarah umat Islam tidak mengenal pembahasan yang bercorak filsafat dan lengkap tentang Tuhan, sifat-sifat dan perbuatannya dengan disertai dalil-dalil akal pikiran dan alasan-alasan naql sebelum lahir aliran Mu’tazilah.
Dengan demikian, tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa Mu’tazilah sangat besar pengaruhnya di dunia Islam, di antaranya:
1.   Bidang orator dan pujangga.
2.   Bidang ilmu balaghah (rethorika)
3.   Ilmu perdebatan (jadal)
4.   Bidang ilmu Kalam (Theologi Islam).
Setelah peristiwa al-mihnah seperti dibahas sebelumnya, aliran Mu’tazilah mengalami kemunduran. Sebagai suatu golongan yang kuat, berangsur-angsur menjadi lemah dan mengalami kemunduran, terutama sesudah al-Asy’ari dapat mengalahkan mereka dalam bidang pemikiran. Akan tetapi kemundurannya tidaklah menghalangi bagi simpatisan dan pengikut yang setia yang selalu menyiarkan ajaran-ajaran Mu’tazilah, antara lain al-Khayyat pada akhir abad ketiga Hijriyah, Abu Bakar al-Zamakhsyari (wafat 320 H./932 M.) pada sepanjang abad keempat Hijriyah, al-Zamakhsyari dengan tafsirnya al-Kassyaf yang pengaruhnya sangat besar dikalangan Ahlussunah waljamaah.
Kegiatan orang-orang Mu’tazilah hilang sama sekali setelah terjadi serangan orang-orang Mongol atas dunia Islam. Tetapi paham dan ajaran Mu’tazilah yang penting masih hidup dikalangan Syi’ah Zaidiah. Harun Nasution mengatakan bahwa di zaman modern dan kemajuan ilmu pengetahuan sekarang, ajaran-ajaran kaum Mu’tazilah yang bersifat rasionil itu telah mulai timbul kembali dikalangan umat Islam, terutama dikalangan kaum terpelajar.








PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demikianlah sekilas pembahasan tentang Aliran Mu’tazilah yang lahir dan tercatat dalam sejarah peradaban Islam. Aliran Mu’tazilah yang selalu membawa persoalan-persoalan teologi banyak memakai akal dan logika sehingga mereka dijuluki sebagai “kaum rasionalis Islam“. Penghargaan mereka yang tinggi terhadap akal dan logika menyebabkan timbul banyak perbedaan pendapat di kalangan mereka sendiri, hal ini disebabkan keberagaman akal manusia dalam berfikir. Bahkan perbedaan tersebut telah melahirkan sub-sub sekte (aliran) mu’tazilah “baru” yang tidak sedikit jumlahnya. Setiap sub sekte memiliki corak pemikiran tersendiri yang ditentukan oleh corak pemikiran pimpinan sub sekte tersebut. Al-Baghdady dalam kitabnya “al-farqu bainal firaqi” menyebutkan bahwa aliran Mu’tazilah ini telah terpecah menjadi 22 golongan.
Dalam perjalanannya, aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional dan cenderung liberal ini banyak mendapat tantangan keras dari kelompok tradisonal Islam, terutama golongan ahlus sunnah. Bahkan sepeninggal Khalifah Al-Ma’mun dari Bani Abbasiyah tahun 833 M, syi’ar Mu’tazilah semakin berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi negara oleh Khalifah al-Mutawwakil pada 856 M.
Mu’tazilah mempunyai asas dan landasan yang selalu dipegang erat oleh mereka, bahkan di atasnya-lah prinsip-prinsip mereka dibangun.
Asas dan landasan itu mereka sebut dengan Al-Ushulul-Khomsah (lima landasan pokok). Adapun rinciannya sebagai berikut:
1. Tauhid.
2.  Al-‘Adl (keadilan)
3. Al-Wa’du Wal-Wa’id
4. Suatu keadaan di antara dua keadaan
5. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Perlawanan terhadap Mu’tazilah pun tetap berlangsung. Mereka (yang menentang) kemudian membentuk aliran teologi tradisional yang digagas oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari (935 M) yang semula seorang Mu’tazilah. Aliran ini lebih dikenal dengan al-Asy’ariah.
Di Samarkand muncul pula penentang Mu’tazilah yang dimotori oleh Abu Mansyur Muhammad al-Maturidi (w.944 M). aliran ini dikenal dengan teologi al-Maturidiah. Aliran ini tidak setradisional al-Asy’ariah tetapi juga tidak seliberal Mu’tazilah.












DAFTAR PUSTAKA

·         Abuddin Nata, Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf
·         A. Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam Jilid 2, terj. Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief
·         Makalah tentang Mu’tazilah oleh Kolid Syamhudi (tidak diterbitkan) www.salafyoon.net
·         Mu’in Abdullah, M.Thalib, Aliran Islam Pada Masa Khalifah
·         Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam
·         Abdul Rojak, et.al., Ilmu Kalam
·         Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Mu’taziliyah, dalam website   http://id.wikipedia.org, data diakses tanggal 23 Oktober 2009
·         Mohd. Said Sihak, Konsep Iman dan Kufur: Perbandingan Perspektif Antara Aliran Teologi
·         Munawir Sjadzali dalam Islam dan Tata Negara hal. 219 sebagaimana dikutip Muhammad Iqbal dalam Fiqh Siyasah
·         Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan




[1] Abuddin Nata, Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf

[2] A. Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam Jilid 2, terj. Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief
[3] Ibid
[4] Abuddin Nata, Ilmu kalam
[5] Lihat: Makalah tentang Mu’tazilah oleh Kolid Syamhudi (tidak diterbitkan)

[6] Mu’in Abdullah, M.Thalib, Aliran Islam Pada Masa Khalifah
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam
[10] Mu’in Abdullah, Aliran Islam Pada Masa Khalifah
[11] Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam
[12] Abdul Rojak, et.al., Ilmu Kalam
[13] Ibid
[14] Ibid

[15] Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam
[16] Ibid

[17] Mohd. Said Sihak, Konsep Iman dan Kufur: Perbandingan Perspektif Antara Aliran Teologi

[18] Lihat: Munawir Sjadzali dalam Islam dan Tata Negara hal. 219 sebagaimana dikutip Muhammad Iqbal dalam Fiqh Siyasah
[19] Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam
[20] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam
[21] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites